“Perjalanan yang dulu biasa memakan waktu 25 menit dengan tongkat panjang, kini 5 menit lebih cepat dengan menggunakan ‘Tongkat Kelelawar’”, kata Andrew Saies. Andrew merupakan salah satu di antara ‘para pendekar bertongkat kelelawar’ yang kini bisa berkelana lebih leluasa berkat tongkat itu. Sebelum membahas tongkat ‘sakti’ kelelawar temuan para ilmuwan Eropa ini, sekali lagi marilah kita kaji kehebatan jurus ‘sang guru’, yakni kelelawar…
Masih ada sifat menakjubkan lain dari sistem ekolokasi kelelawar atau perangkat untuk menentukan tempat dengan gema. Pendengaran kelelawar telah tercipta sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat mendengar suara lain selain dari yang dipancarkannya sendiri. Rentang frekuensi yang mampu didengar oleh makhluk ini sangat sempit, yang lazimnya menjadi hambatan besar untuk hewan ini karena Efek Doppler, sebuah istilah ilmiah di bidang fisika tentang gelombang suara. Menurut Efek Doppler, jika sumber suara dan penerima suara keduanya sama-sama tak bergerak, maka penerima akan mengindera frekuensi yang sama dengan yang dipancarkan oleh sumber suara. Akan tetapi, jika salah satunya bergerak, frekuensi yang diterima akan berbeda dengan yang dipancarkan. Dalam hal ini, frekuensi suara yang dipantulkan dapat jatuh ke wilayah frekuensi yang tidak dapat didengar oleh kelelawar. Jika ini yang terjadi, maka kelelawar tentu akan menghadapi masalah karena tidak dapat mendengar pantulan suaranya dari lalat yang bergerak menjauh.
Akan tetapi, hal tersebut tidak pernah menjadi masalah bagi kelelawar karena ia menyesuaikan frekuensi suara yang dikirimkannya terhadap benda bergerak seolah sang kelelawar telah memahami Efek Doppler. Misalnya, kelelawar mengirimkan suara berfrekuensi tertinggi terhadap lalat yang bergerak menjauh sehingga pantulannya tidak hilang dalam wilayah rentang suara yang tak terdengar oleh sang kelelawar. Jadi, bagaimana pengaturan ini terjadi?
Di dalam otak kelelawar, terdapat dua jenis neuron (sel saraf) yang mengendalikan perangkat penginderaan dengan gelombang suara milik kelelawar. Sel saraf jenis pertama mengindera suara ultrasonik (suara di atas jangkauan pendengaran kita) yang terpantul, dan jenis yang kedua memerintahkan otot menghasilkan jeritan untuk membuat gema penentuan tempat. Kedua jenis sel saraf ini seolah bekerja sama dalam suatu kesesuaian sempurna sehingga penyimpangan amat kecil dalam sinyal terpantul akan memperingatkan sel jenis kedua dan menghasilkan frekuensi jeritan senada dengan frekuensi gema. Karenanya, tinggi nada suara ultrasonik kelelawar berubah menurut keadaan sekitarnya untuk mendapatkan daya guna sebesar-besarnya.
Sistem sonar atau perangkat penentuan keberadaan benda dan tempat melalui pantulan suara kelelawar tersebut sungguh rumit dan sempurna di setiap rinciannya. Karenanya, hal ini tidak mungkin dapat dijelaskan dengan proses evolusi melalui mutasi acak tak disengaja. Keberadaan serentak semua bagian sistem itu mutlak diperlukan agar dapat bekerja dengan baik. Selain harus mengeluarkan suara bernada tinggi, kelelawar juga harus mengolah sinyal terpantul, terbang berkelak-kelok, serta menyesuaikan jeritan sonarnya. Semua ini dikerjakan pada saat yang sama. Sudah pasti semua ini tidak dapat diterangkan sebagai peristiwa tanpa sengaja. Sebaliknya, ini pertanda pasti tentang betapa sempurnanya Allah menciptakan kelelawar.
Penelitian ilmiah lebih jauh mengungkap contoh-contoh baru serangkaian keajaiban pada penciptaan kelelawar. Melalui setiap penemuan baru yang menakjubkan, dunia ilmu pengetahuan mencoba memahami bagaimana sistem ini bekerja. Sebagai contoh, penelitian baru terhadap kelelawar telah mengungkap temuan yang amat menarik dalam tahun-tahun belakangan. Beberapa ilmuwan yang ingin menguji sekelompok kelelawar yang tinggal di suatu gua, memasang pemancar pada beberapa anggota kelompok kelelawar itu. Kelelawar-kelelawar pun teramati meninggalkan gua di malam hari dan mencari makan di luar hingga fajar. Para peneliti menyimpan rekaman perjalanan ini. Mereka menemukan bahwa sebagian kelelawar melakukan perjalanan sejauh 50-70 kilometer dari gua tersebut. Temuan paling mengejutkan adalah mengenai kepulangannya, yang dimulai sesaat sebelum terbit matahari. Semua kelelawar terbang pulang dalam garis lurus ke gua masing-masing dari titik mana pun mereka berada. Bagaimana kelelawar dapat mengetahui di mana dan sejauh mana jarak keberadaan mereka dari gua asal mereka?
Kita masih belum mendapatkan pengetahuan terperinci tentang cara mereka menemukan jalan pulang. Ilmuwan tidak meyakini sistem pendengarannya berperan besar atas perjalanan pulang itu. Karena kelelawar sepenuhnya buta cahaya, para ilmuwan berharap menemukan suatu sistem lain yang mengejutkan. Pendek kata, ilmu pengetahuan terus mencari sejumlah keajaiban baru tentang penciptaan dalam diri kelelawar, satu di antara ribuan makhluk ciptaan Allah, Pencipta Maha Sempurna.
(Oleh Harun Yahya di Insight Magazine)
Sumber :
http://alifis.wordpress.com/2009/04/16/misteri-lintasan-lurus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar